Minggu, 30 April 2017

Pembangunan Ekonomi Provinsi Sumatra Selatan

Pembangunan Ekonomi Provinsi Sumatra Selatan dalam 5 Tahun Terakhir


Pada Tahun 2011
Pertumbuhan ekonomi Sumsel pada triwulan IV 2011 sebesar 7,6% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ditopang oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) serta sector pengangkutan dan telekomunikasi. Selain itu, kegiatan investasi pelaku usaha dan meningkatnya permintaan domestik mendorong pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis yang masih menunjukkan optimisme pelaku usaha kendati perekonomian dibayangi perlambatan ekspor.
Hampir seluruh sektor mengalami percepatan pertumbuhan tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor yang mengalami percepatan pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Di samping itu, sektor pertanian serta sektor industri pengolahan yang merupakan sektor utama perekonomian Sumsel juga mengalami akselerasi pertumbuhan. Pertumbuhan di sektor PHR juga merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2011.
Pertumbuhan ekspor kembali melambat. Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (September 2011 - November 2011) tercatat sebesar USD1.127,58 juta, meningkat sebesar 25,20% (yoy). Kendati demikian, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan periode sebelumnya (Juni - Agustus 2011). Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh turunnya permintaan karet dari pasar internasional. Selain perlambatan yang terjadi, terdapat peralihan ekspor dari Amerika Serikat ke Cina dan Jepang.
Inflasi kota Palembang menurun. Inflasi tahunan kota Palembang pada akhir triwulan IV 2011 sebesar 3,78% (yoy), atau turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,59% (yoy). Tekanan inflasi periode ini tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Kondisi cuaca yang lebih baik dari tahun sebelumnya telah mendukung kegiatan produksi (khususnya di sector pertanian) dan distribusi. Di sisi lain, dampak penurunan harga komoditas di pasar internasional berkorelasi terhadap penurunan pendapatan dan pengeluaran masyarakat sehingga setidaknya telah memberikan andil terciptanya tren penurunan inflasi.
Realisasi inflasi sesuai perkiraan dan konvergen dengan inflasi nasional. Tren penurunan dan capaian inflasi pada triwulan IV 2011 konsisten dengan proyeksi Bank Indonesia Palembang sebagaimana pernah ditulis pada laporan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 4,25± 0,5%. Pencapaian inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan batas bawah target inflasi nasional yang sebesar 5±1%. Berdasarkan tren data historis, inflasi Palembang saat ini semakin konvergen dengan inflasi nasional, yang pada triwulan IV 2011 berada di tingkat 3,79%. Realisasi pendapatan fiskal melebihi belanja. Berdasarkan data sementara, Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar Rp3.970 miliar atau mencapai 104,8% dari total anggaran perubahan yang sebesar Rp3.789 miliar. Total realisasi belanja daerah mencapai Rp3.800 miliar atau sebesar 92,5% dari anggaran yang sebesar Rp4.107 miliar. Realisasi pendapatan maupun belanja pada tahun 2011 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada tahu sebelumnya.
Tingkat kesejahteraan diperkirakan meningkat. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2012 ditetapkan sebesar Rp1.195.220 atau mengalami peningkatan sebesar 14,00%. Sektor ekonomi yang mengalami peningkatan UMP paling tinggi adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Di sisi lain,rata-rata NTP pada triwulan IV 2011 menunjukkan bahwa daya beli petani mengalami peningkatan sebesar 0,17% (qtq). Selain itu, dari sisi ketahanan pangan, penyaluran Raskin pada periode laporan mengalami meningkatan 23,16% (qtq). Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja ke depan.
Pertumbuhan ekonomi akan lebih didorong oleh permintaan domestik, khususnya investasi. Permintaan domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi, walaupun secara negatif sudah terpengaruh oleh penurunan harga komoditas unggulan sejak pertengahan tahun. Ekspor diperkirakan melambat karena kondisi dan prospek permintaan eksternal yang semakin memburuk. Faktor penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan diperkirakan akan berasal dari kinerja komoditas CPO dan batubara yang secara relatif lebih tahan terhadap perlambatan ekonomi global. Selain itu, terdapat beberapa kerjasama perdagangan internasional yang dapat menahan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dari sisi permintaan, investasi diperkirakan masih tinggi karena pelaku usaha masih optimis atas prospek jangka menengah-panjang, serta ditunjang oleh pemberian predikat investment gradeuntuk Indonesia.

 Indikator
2010
2011
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertumbuhan PDRB (yoy, %)
6.0
5.9
6.0
6.1
7.6
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %)
6.02
5.13
5.10
4.59
3.78


Pada Tahun 2012
Permintaan domestik mendorong pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2012. Secara kumulatif, pada tahun 2012 ekonomi Sumatera Selatan tumbuh sebesar 6,0% (yoy), atau melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 6,5%. Meskipun melambat, namun pencapaian tersebut cukup baik pada kondisi ketidakpastian ekonomi global pada tahun 2012 lalu. Angka pertumbuhan tahun 2012 tersebut berada pada kisaran proyeksi Bank Indonesia pada laporan sebelumnya, yaitu 5,9 – 6,4% (yoy). Bila diperhitungkan kinerja keseluruhan tahun, sektor-sektor unggulan Sumatera Selatan masih merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi. Dari sisi permintaan, investasi dan konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama perekonomian di tahun 2012.
Tren perlambatan pertumbuhan ekonomi secara triwulanan masih berlanjut. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2012 mengalami perlambatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya dari 5,8% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi melambat dipengaruhi perlambatan pada sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), bersamaan dengan bersamaan dengan melemahnya kinerja ekspor. Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini ditopang oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR serta sektor bangunan sebagai respons meningkatnya konsumsi pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut berada pada kisaran proyeksi pada laporan sebelumnya, yaitu 5,4 – 5,9% (yoy). Sektor ekonomi tumbuh bervariasi namun secara umum masih tumbuh tinggi.
Perlambatan pertumbuhan terjadi pada sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Secara absolut, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor bangunan, diikuti oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang masing-masing tumbuh sebesar 10,1% dan 9,2% (yoy) di triwulan IV 2012. Pertumbuhan ekspor non migas masih negatif yang diakibatkan penurunan kinerja ekspor karet. Penurunan nilai ekspor bukan dipengaruhi oleh volume ekspor namun karena turunnya harga komoditas. Masih menurunnya harga komoditas karet membuat insentif produksi berkurang sehingga menyebabkan kinerja ekspor komoditas tersebut turun, dan berimplikasi pada kinerja ekspor keseluruhan. Adapun pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet.
Inflasi kota Palembang meningkat tipis.Inflasi tahunan kota Palembang pada akhir triwulan IV 2012 sebesar 2,72% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,60% (yoy), dan sesuai dengan proyeksi pada laporan sebelumnya yang diperkirakan sebesar 3,06 ± 0,5%. Tekanan inflasi periode ini relatif tetap terkendali dari sisi permintaan (demand-pull) karena pertumbuhan konsumsi masyarakat yang terbatas. Selain itu, tekanan inflasi dari sisi penawaran (cost-push) juga rendah karena kondisi pasokan bahan pangan yang baik, walaupun sedikit meningkat di penghujung tahun 2012 karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, ekspektasi inflasi jangka pendek mulai meningkat kembali dan menjadi konvergen dengan ekspektasi inflasi dengan jangka waktu yang lebih panjang.
Tingginya curah hujan membuat inflasi volatile foodsmemulai tren peningkatan kembali, namun lebih rendah dibandingkan rata-rata historis. Implikasi kondisi cuaca terutama adalah perkembangan kondisi pasokan pangan, yang tercermin melalui inflasi tahunan bahan makanan atau inflasi komponen volatile foods. Data arus barang total muat dan bongkar di pelabuhan serta arus barang cargo menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, disertai perlambatan pertumbuhan tahunan. Namun, inflasi volatile foods pada triwulan IV 2012 lebih rendah dibandingkan rata-rata 3 tahun terakhir. Realisasi belanja pemerintah tinggi pada triwulan IV 2012, meskipun secara keseluruhan tahun terindikasi mengalami kendala. Realisasi pendapatan tahun 2012 mencapai 103,9%, sementara realisasi belanja mencapai 90,8%, masing-masing sedikit turun dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan realisasi APBD pada triwulan IV 2012 mengindikasikan belanja pemerintah yang naik jauh signifikan dibandingkan triwulan III 2012. Untuk tahun 2013, pemerintah menganggarkan peningkatan belanja sebesar 7% dan peningkatan pendapatan sebesar 14,7% dibandingkan anggaran tahun 2012.
Kesejahteraan masyarakat tidak terlalu terpengaruh rendahnya harga komoditas unggulan. Angka kemiskinan menurun sepanjang tahun 2012, Nilai Tukar Petani (NTP) relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, masyarakat secara mayoritas berpendapat bahwa tingkat penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja akan membaik pada Semester II – 2013.

Indikator (% yoy)
2011
2012
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw III
Tw IV
Pertumbuhan PDRB
7.6
6.9
6.0
5.8
5.5
Laju Inflasi Tahunan
3.78
3.83
3.94
2.60
2.72







Pada Tahun 2013
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) meningkat pada triwulan IV 2013 didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor. Peningkatan rumah tangga didorong oleh harga komoditas yang berangsur membaik sehingga kinerja sektor utama Sumsel, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian membaik.
Sementara itu, inflasi Sumsel mengalami koreksi akibat pasokan bahan pangan yang terjaga. Hal tersebut membuat inflasi volatile food menjadi penyumbang deflasi di tengah inflasi administered price yang mengalami peningkatan akibat kenaikan harga Tarif Tenaga Listrik Tahap IV pada bulan Oktober 2013. Inflasi yang rendah ini membuat Sumsel menjadi provinsi dengan inflasi tahun 2013 terendah se-Sumatera.

Indikator
2013
2014
I
II
III
IV
2013
IP
2014P
Pertumbuhan Ekonomi
6.2
6.1
5.4
6,6
6.0
6,1 – 6,6
5,9 – 6,4
Inflasi
5,23
4,74
7,21
7.04
7.04
6,12 – 6,62
4,3 – 4,8



Pada Tahun 2014
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan meningkat. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2014 meningkat cukup signifikan sebesar 5,96% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,10% (yoy). Peningkatan tersebut ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan membaiknya kinerja ekspor. Sementara dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh peningkatan kinerja 3 sektor utama yaitu sektor pertambangan dan penggalian (pertambangan), sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor (perdagangan). Tingginya pertumbuhan tahunan sektor pertambangan memberikan andil yang besar bagi perekonomian Sumatera Selatan. Sedangkan Sektor pertanian tumbuh melambat sejalan dengan melambatnya sub sektor perkebunan tahunan yaitu karet dan kelapa sawit. Secara keseluruhan tahun 2014, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,1%. Pertumbuhan berasal dari pertumbuhan sub sektor perikanan, kehutanan, dan pertanian terutama perkebunan tahunan yang didorong oleh kinerja perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut tercermin dari rata-rata harga CPO maupun harga inti sawit pada tahun 2014 yang meningkat masing-masing 16,3% dan 46,7% dibandingkan tahun 2013.
Inflasi Sumatera Selatan meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi di pertengahan triwulan IV 2014. Pada triwulan IV 2014, inflasi Sumsel tercatat 8,48% (yoy) meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan III 2014 sebesar 3,26% (yoy). Capaian inflasi tersebut  berada diatas inflasi nasional, dimana pada periode sebelumnya inflasi Sumsel selalu berada di bawah inflasi nasional.
Perkembangan tekanan inflasi dari sisi permintaan terindikasi melambat. Harga komoditas unggulan Sumatera Selatan, seperti karet dan kelapa sawit masih belum mengalami perbaikan yang signifikan. Nilai Tukar Petani (NTP) juga menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang mengindikasikan penurunan jumlah upah yang diterima oleh petani relatif terhadap harga barang yang dibeli. Inflasi tahun 2014 jauh lebih tinggi dibanding tahun 2013.
Inflasi tahun 2014 mengalami peningkatan akibat beberapa kebijakan yang diterapkan pada tahun ini. Menurut komoditasnya, penyumbang inflasi tertinggi  pada triwulan IV 2014 adalah komoditas solar, angkutan dalam kota, dan bensin. Kenaikan bensin dan solar akibat kebijakan Pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi selanjutnya juga diikuti dengan kenaikan tarif angkutan dalam kota. Sementara itu, kenaikan tarif listrik berkala juga dilakukan pada bulan November. 
Kinerja perbankan mengalami peningkatan. Total aset perbankan Sumatera Selatan pada triwulan IV 2014 masih tumbuh mencapai Rp 77,1 triliun, walaupun sedikit melambat dari 9,5% (yoy) menjadi 9,36 (yoy). Di sisi lain, DPK tetap tumbuh sebesar 6,6% (yoy) atau mencapai Rp 57,2 triliun, meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,9% (yoy). Peningkatan jumlah DPK terjadi akibat peningkatan jumlah tabungan dan deposito, sementara giro mengalami penurunan. Penyaluran kredit tumbuh melambat dari 14,9% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi 13,6% (yoy) atau mencapai Rp 85,9 triliun pada triwulan IV 2014. Walaupun terjadi perlambatan kredit namun kualitas kredit di triwulan IV mengalami sedikit peningkatan, terlihat dari rasio NPL yang turun menjadi 2,60%. Kondisi tersebut mengakibatkan Loan-to-Deposit Ratio meningkat dari 147,39% di triwulan III 2014 menjadi 150,14%.
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sumsel selama tahun 2014 mencapai 96,44% lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Realisasi pendapatan terbesar adalah dari pendapatan transfer. Diikuti oleh realisasi pendapatan asli daerah. Komponen terbesar dalam pendapatan transfer bersumber dari Dana Perimbangan yang terutama berasal dari Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) dan Dana Alokasi Umum. Realisasi belanja pada triwulan IV 2014 mencapai Rp5,78 triliun rupiah atau sebesar 95,58% dari total anggaran. Realisasi pendapatan terbesar disumbangkan oleh komponen belanja operasi. Sedangkan komponen belanja tak terduga menyumbang realisasi terendah yakni sebesar 20,83%.
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Selatan menurun. Peningkatan jumlah penganggur sampai dengan bulan Agustus 2014 lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan jumlah angkatan kerja, sehingga membuat angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat. Sementara itu, peningkatan jumlah angkatan kerja juga ditandai oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat.


Pada Tahun 2015
Di akhir tahun 2015, ekonomi Sumatera Selatan tercatat tumbuh melambat. Hal ini dipengaruhi oleh, antara lain, perlambatan ekonomi global yang masih melanda dunia. Secara keseluruhan tahun, ekonomi Sumatera Selatan di tahun 2015 tumbuh sebesar 4,50% (yoy) atau sedikit melambat jika dibandingkan di tahun 2014 yang tumbuh sebesar 4,70% (yoy). Sedangkan pertumbuhan di triwulan IV 2015 ekonomi Sumatera Selatan tumbuh sebesar 3,94% (yoy) atau turun jika dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang tumbuh sebesar 4,75% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, sedangkan dari sisi penawaran pertumbuhan ditopang oleh sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan. ​
Secara tahunan, realisasi inflasi Sumatera Selatan triwulan IV 2015 sebesar 3,10% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang sebesar 4,75% (yoy). Realisasi inflasi Sumatera Selatan tahun 2015 tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi nasional yang sebesar 3,35% (yoy) dan masih berada dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 4%±1%. ​
Bertepatan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kinerja perbankan di provinsi Sumatera Selatan mengalami perlambatan, terlihat dari perlambatan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK. Di sisi lain, transaksi keuangan di Sumatera Selatan triwulan ini mengalami peningkatan pada Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI). ​



Pada Tahun 2016

            Ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2016 tumbuh meningkat sebesar 5,15% (yoy). Secara keseluruhan tahun 2016 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% (yoy). Realisasi
tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 yang berada pada level 4,5% (yoy).
Realisasi pendapatan daerah triwulan IV 2016 lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Realisasi pendapatan di triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp6,53 triliun atau 93,29% terhadap APBD 2016, lebih tinggi dibandingkan realisasi pendapatan triwulan IV 2015 yang sebesar 85,26%. Realisasi pendapatan tersebut meningkat 39,34% atau sebesar Rp1,84 Triliun dibandingkan realisasi pendapatan triwulan III 2016. Sementara itu, realisasi belanja triwulan IV 2016 sebesar Rp4,04 triliun atau 89,93% terhadap APBD 2016, lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja triwulan III 2015 yang sebesar 80,11%.
Inflasi Sumatera Selatan di triwulan IV 2016 sebesar 3,58% (yoy) mengalami penurunan dibandingkan realisasi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 4,37% (yoy). Realisasi tersebut sesuai dengan sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1% (yoy).
Sektor keuangan menunjukkan perbaikan. Kinerja kredit mengalami pertumbuhan positif sebesar 10,57% (yoy),meningkat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya  sebesar 9,46% (yoy). Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh positif sebesar 5,73%(yoy) setelah triwulan
sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 4,04% (yoy). Sejalan dengan DPK, aset perbankan Sumsel mengalami pertumbuhan sebesar 8,34% (yoy), membaik dari triwulan sebelumnya dimana mengalami kontraksi sebesar 1,98% (yoy). Nominal penghimpunan DPK yang lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran kredit menyebabkan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) meningkat menjadi 162,50% pada triwulan IV 2016, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 162,35%. Secara nominal, transaksi kliring triwulan IV 2016 mencapai Rp13,91 triliun atau tumbuh sebesar 21,65% (yoy), lebih rendahdibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 24,58% (yoy). Di sisi lain, jumlah warkat yang ditransaksikan yang tumbuh 22,86% (yoy) atau mencapai 381.319 lembar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara peredaran uang kartal di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2016 menunjukkan posisi net outflow sebesar Rp1,84 triliun. Kondisi tersebut berlawanan dibandingkan triwulan lalu yang mengalami net inflow sebesar Rp1,80 triliun.
Tingkat kesejahteraan petani di Sumatera Selatan pada triwulan IV 2016 menunjukkan perbaikan. Perbaikan ini tergambar pada Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 95,45 naik dibanding triwulan sebelumnya sebesar 94,11. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan pada September 2016 mencapai 1.096,50 ribu orang (13,39%). Kondisi ini membaik jika dibandingkan dengan Maret 2016 sebesar 13,54%.

SUMBER:

Kelompok :     10
Anggota :        Albert Kevin (20216481)
                        Larassati Anggita Putri (25216489)
                        Susanti Ningsih (27216205) 

Produk Dosmetik Bruto Arab Saudi

Produk Domestik Bruto Arab Saudi 5 Tahun Terakhir

Saudi Arabia GDP

Arab Saudi PDB
Terakhir
Sebelum Ini
Tertinggi
Paling Rendah
Satuan
0.90
1.40
27.49
-11.10
Persen
1.20
0.90
27.49
-11.10
Persen
646.00
753.83
753.83
4.19
Usd - Miliar
661612.00
638579.00
661612.00
475144.00
Sar - Juta
140536.00
139579.00
199621.00
101572.00
Sar - Juta
21312.82
21030.92
27263.10
14232.22
USD
50283.93
49618.85
50283.93
33578.49
USD
13272.00
14943.00
14943.00
10354.00
Sar - Juta
30346.00
30329.00
31972.00
21969.00
Sar - Juta
77718.00
76445.00
79210.00
53468.00
Sar - Juta
264505.00
266625.00
266625.00
189221.00
Sar - Juta
38853.00
34321.00
38853.00
24028.00
Sar - Juta
5907.00
13693.00
13693.00
3141.00
Sar - Juta


Produk Domestik Bruto (PDB) di Arab Saudi bernilai 646 miliar dolar AS pada tahun 2015. Nilai PDB Arab Saudi mewakili 1,04 persen dari ekonomi dunia. PDB di Arab Saudi rata-rata mencapai 214,15 USD Miliar dari tahun 1968 sampai 2015, mencapai titik tertinggi sepanjang masa di 753,83 miliar dolar AS pada tahun 2014 dan rekor rendah 4,19 miliar dolar pada tahun 1968.
Arab Saudi selama triwulan pertama tahun 2016 berada di titik terendah sepanjang tiga tahun lalu. Anjoknya harga minyak dunia memicu defisit anggaran besar bagi negara kaya minyak itu. Perang yang disulut rezim Al Saud dan dukungan finansial Riyadh terhadap teroris, menjadi factor utama penurunana signifikan pertumbuhan ekonomi Arab Saudi.
Rebound harga minyak dan kebijakan fiskal yang kurang ketat menopang aktivitas ekonomi pada Q4 2016. PDB meluas 1,2% setiap tahun di Q4, naik dari level terendah multi tahun Q3 sebesar 0,9%. Namun demikian, kondisi ekonomi tetap lemah secara keseluruhan karena defisit fiskal Arab Saudi yang besar terus berlanjut setelah mendapatkan dukungan pemerintah, sementara masih rendahnya harga minyak mentah membatasi kenaikan di industri minyak yang sangat penting.
Sektor minyak meluas 4,0% per tahun di Q4, yang menandai percepatan kenaikan Q3 sebesar 3,6%. Perbaikan tersebut terutama mencerminkan kenaikan harga minyak, yang melonjak dari USD 43,6 per barel di Q3 menjadi USD 47,6 per barel di Q4. Harga minyak mulai naik pada akhir September, menyusul kesepakatan tentatif yang dicapai oleh anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk membatasi pasokan minyak mentah. Di bawah kesepakatan akhir yang diformalkan pada bulan November, Arab Saudi mengambil bagian terbesar dari pemotongan tersebut. Kerajaan mulai menerapkan kesepakatan bulan itu, yang mengakibatkan pengurangan produksi minyak dari 10,60 juta barel per hari (mbpd) pada Q3 menjadi 10,54 mbpd pada Q4.
Harga minyak mentah yang lebih tinggi mengambil beberapa tekanan dari pasar keuangan domestik dan mendorong kepercayaan pasar. Akibatnya, aktivitas di sektor non-migas pulih dari kontraksi 0,7% pada Q3 menjadi ekspansi 0,4% di Q4. Di tingkat sektor, sektor keuangan berkembang dengan laju tercepat dalam hampir tiga tahun, sementara segmen transportasi dan komunikasi meningkat dengan kecepatan yang sehat. Layanan pemerintah diuntungkan oleh pengetatan yang lebih lembut, dan rebound ke pertumbuhan 0,4% pada Q4 (Q3: -3,9% tahun ke tahun).
Pertumbuhan tahun ini akan terganggu oleh output minyak mentah yang lebih rendah sesuai dengan kesepakatan minyak OPEC, risiko geopolitik dan dukungan kebijakan yang lemah karena defisit anggaran Kerajaan yang besar. Namun demikian, harga minyak mentah yang lebih tinggi dan pelaksanaan agenda reformasi Vision 2030 Arab Saudi akan membantu pertumbuhan untuk pulih dalam jangka panjang. Landasan strategi diversifikasi Kerajaan adalah penjualan parsial Aramco, penghasil minyak mentah terbesar di dunia, akhir tahun depan. Dalam upaya untuk membuat penjualan tersebut lebih menarik bagi investor internasional, pada tanggal 27 Maret, pemerintah mengurangi tarif pajak yang diterapkan perusahaan dari 85% menjadi 50%, menerapkannya secara surut mulai 1 Januari. Perusahaan juga membayar royalti 20% atas pendapatan. Tarif pajak adalah kunci untuk menentukan penilaian perusahaan, yang pejabat pemerintah tetapkan sebesar USD 2 triliun.
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi Arab Saudi akan sulit untuk tumbuh pada tahun 2017. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Arab Saudi 0,4 persen tahun ini, turun cukup drastis dibandingkan proyeksi pada Oktober 2016 lalu yang mencapai 2 persen. Mengutip CNN Money, Rabu (18/1/2017), penurunan proyeksi tersebut disebabkan keputusan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pada Desember 2016 lalu, Arab Saudi dan anggota OPEC  lainnya sepakat memangkas produksi minyak untuk mengerek harga.
Asisten Direktur Departemen Timur Tengah dan Asia Tengah IMF Timothy Callen menjelaskan, hasil perekonomian Arab Saudi dari minyak dapat menurun tahun ini. "Kami masih mengekspektasi adanya peningkatan, tapi tidak sekuat yang kami perkirakan sebelumnya," ungkap Callen. Penurunan harga minyak secara tajam memaksa Arab Saudimemikirkan kembali strategi ekonominya. Tahun lalu, negara itu mengumumkan Visi 2030 yang berisi rencana menggeser ekonomi dari minyak.
Pada 2015, defisit anggaran Arab Saudi mencapai 366 miliar riyal atau 98 miliar dollar AS dan pada 2016 mencapai 297 miliar riyal pada tahun 2016. Untuk menambal anggaran yang bolong, Arab Saudi pun terpaksa berutang untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, di mana negara itu berhasil memperoleh dana 17,5 miliar dollar AS. Arab Saudi pun sudah memangkas subsidi energi, memotong gaji pegawai pemerintah, dan memperingatkan adanya penghematan selama empat tahun.
Pendapatan nasional Arab Saudi berasal sebagian besar dari haji dan umrah, dan Arab Saudi pula pernah menjadi rekor tahun 2012 mencapai USD218,7 dan pendapatan Arab Saudi juga berasal dari minyak ekspor. Arab Saudi memiliki ekonomi berbasis minyak dengan kontrol pemerintah yang kuat terhadap kegiatan ekonomi utama. Hal ini memiliki sekitar 16% dari cadangan minyak dunia terbukti, peringkat sebagai eksportir terbesar minyak bumi, dan memainkan peran utama dalam OPEC. Sektor minyak bumi menyumbang sekitar 80% dari pendapatan anggaran, 45% dari PDB, dan 90% dari pendapatan ekspor. Arab Saudi mendorong pertumbuhan sektor swasta dalam rangka diversifikasi ekonomi dan untuk mempekerjakan warga negara Saudi yang lebih. Upaya diversifikasi berfokus pada pembangkit listrik, telekomunikasi, eksplorasi gas alam, dan sektor petrokimia. Lebih dari 6 juta pekerja asing memainkan peran penting dalam perekonomian Saudi, khususnya di sektor minyak dan layanan, sementara Riyadh sedang berjuang untuk mengurangi pengangguran di kalangan warga sendiri. Pejabat Saudi secara khusus berfokus pada mempekerjakan penduduk muda yang besar, yang umumnya tidak memiliki keterampilan pendidikan dan teknis kebutuhan sektor swasta. Riyadh telah secara substansial meningkatkan pengeluaran untuk pendidikan dan pelatihan kerja, terakhir dengan pembukaan Raja Abdullah Universitas Sains dan Teknologi - Arab Saudi pertama universitas co-pendidikan. Sebagai bagian dari upaya untuk menarik investasi asing, Arab Saudi memfasilitasi WTO pada tahun 2005 Pemerintah telah mulai membangun enam "kota ekonomi" di berbagai daerah negara itu untuk mempromosikan investasi asing dan berencana untuk menghabiskan $373.000.000.000 antara tahun 2010 dan 2014 di pembangunan sosial dan proyek-proyek infrastruktur untuk memajukan pembangunan ekonomi Arab Saudi.
Menurut laporan Perkembangan Ekonomi dan Outlook Saudi real GDP Arab Saudi mencapai 3 persen pada tahun 2013 pertumbuhan ini didorong oleh sektor migas dan sektor non migas. National Commercial Bank (NCB) melaporkan Neraca transaksi berjalan Arab Saudi diperkirakan akan surplus pada tahun 2013. Berdasarkan harga minyak dan asumsi produksi, diperkirakan pendapatan minyak ekspor menurun sebesar 6,6 persen ke rekor mendekati $ 325 miliar. Sementara itu, ekspor nonmigas juga diperkirakan menyusut menjadi hampir 13,7 persen sampai $ 42 miliar karena penurunan harga internasional untuk petrokimia dan produk sampingan lainnya yang terkait dengan minyak. 
Nilai ekspor Arab Saudi pada bulan Januari 2013 naik 2,87% mencapai SR 15,082 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, yang hanya mencapai SR 14,662 miliar. Sementara itu, nilai impor Arab Saudi bulan Januari 2013 mencapai SR 49,752 miliar dibandingkan dengan SR 45,148 miliar, pada bulan Januari 2012, meningkat sebesar SR 4,604 miliar, atau naik 10,2% dibanding periode yang sama tahun 2012.
Adapun 5 negara teratas tujuan ekspor Arab Saudi pada bulan Januari 2013; yang pertama adalah Cina dengan nilai total mencapai SR 2,25 miliar, disusul oleh Uni Emirat Arab dengan nominal ekspor mencapai SR 1,41 miliar. Diposisi ketiga ada Amerika Serikat dengan angka 1,04 miliar, kemudian Singapore diurutan keempat dengan nilai ekspor SR 761 juta dan yang kelima adalah India dengan nilai total ekspor mencapai SR 723 juta.
Sedangkan 5 besar negara pengimpor ke Arab Saudi pada bulan Januari 2013 adalah Cina yang mencapai SR 6,81 miliar, kemudian Amerika Serikat senilai SR 6,66 miliar, lalu Republik Korea SR3,64 miliar, Jerman SR 3,32 miliar dan Jepang SR 3,26 miliar.
                                                                                          
SUMBER:



Kelompok :     10
Anggota :        Albert Kevin  (20216481)
                        Larassati Anggita Putri (242160003)
                        Susanti Ningsih (27216205)