Pembangunan
Ekonomi Provinsi Sumatra Selatan dalam 5 Tahun Terakhir
Pada Tahun 2011
Pertumbuhan ekonomi Sumsel pada triwulan IV 2011 sebesar 7,6%
(yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ditopang oleh sektor Perdagangan, Hotel,
dan Restoran (PHR) serta sector pengangkutan
dan telekomunikasi. Selain itu, kegiatan investasi pelaku usaha dan meningkatnya permintaan domestik
mendorong pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya
perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis yang masih menunjukkan optimisme pelaku usaha
kendati perekonomian dibayangi perlambatan
ekspor.
Hampir seluruh sektor mengalami percepatan pertumbuhan tahunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor
yang mengalami percepatan pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Di
samping itu, sektor pertanian serta sektor industri pengolahan yang merupakan
sektor utama perekonomian Sumsel juga mengalami akselerasi pertumbuhan.
Pertumbuhan di sektor PHR juga merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi
kumulatif tahun 2011.
Pertumbuhan ekspor kembali melambat. Nilai ekspor selama tiga bulan
terakhir (September 2011 - November 2011) tercatat sebesar USD1.127,58 juta,
meningkat sebesar 25,20% (yoy). Kendati demikian, pertumbuhan tersebut melambat
dibandingkan periode sebelumnya (Juni - Agustus 2011). Perlambatan tersebut
dipengaruhi oleh turunnya permintaan karet dari pasar internasional. Selain
perlambatan yang terjadi, terdapat peralihan ekspor dari Amerika Serikat ke
Cina dan Jepang.
Inflasi kota Palembang menurun. Inflasi tahunan kota Palembang pada
akhir triwulan IV 2011 sebesar 3,78% (yoy), atau turun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,59% (yoy). Tekanan inflasi periode ini tetap terkendali
baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Kondisi cuaca yang lebih baik
dari tahun sebelumnya telah mendukung kegiatan produksi (khususnya di sector
pertanian) dan distribusi. Di sisi lain, dampak penurunan harga komoditas di
pasar internasional berkorelasi terhadap penurunan pendapatan dan pengeluaran
masyarakat sehingga setidaknya telah memberikan andil terciptanya tren
penurunan inflasi.
Realisasi inflasi sesuai perkiraan dan konvergen dengan inflasi
nasional. Tren penurunan dan
capaian inflasi pada triwulan IV 2011 konsisten dengan proyeksi Bank Indonesia
Palembang sebagaimana pernah ditulis pada laporan triwulan sebelumnya yaitu
sebesar 4,25± 0,5%. Pencapaian inflasi tersebut juga lebih rendah dibandingkan
batas bawah target inflasi nasional yang sebesar 5±1%. Berdasarkan tren data
historis, inflasi Palembang saat ini semakin konvergen dengan inflasi nasional,
yang pada triwulan IV 2011 berada di tingkat 3,79%. Realisasi pendapatan fiskal melebihi
belanja. Berdasarkan data
sementara, Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar
Rp3.970 miliar atau mencapai 104,8% dari total anggaran perubahan yang sebesar
Rp3.789 miliar. Total realisasi belanja daerah mencapai Rp3.800 miliar atau
sebesar 92,5% dari anggaran yang sebesar Rp4.107 miliar. Realisasi pendapatan
maupun belanja pada tahun 2011 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan
pencapaian pada tahu sebelumnya.
Tingkat kesejahteraan diperkirakan meningkat. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera
Selatan pada tahun 2012 ditetapkan sebesar Rp1.195.220 atau mengalami
peningkatan sebesar 14,00%. Sektor ekonomi yang mengalami peningkatan UMP
paling tinggi adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan
perikanan. Di sisi lain,rata-rata NTP pada triwulan IV 2011 menunjukkan bahwa
daya beli petani mengalami peningkatan sebesar 0,17% (qtq). Selain itu, dari
sisi ketahanan pangan, penyaluran Raskin pada periode laporan mengalami
meningkatan 23,16% (qtq). Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh kenaikan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan
penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja ke depan.
Pertumbuhan ekonomi akan lebih didorong oleh permintaan
domestik, khususnya investasi. Permintaan
domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi, walaupun secara
negatif sudah terpengaruh oleh penurunan harga komoditas unggulan sejak
pertengahan tahun. Ekspor diperkirakan melambat karena kondisi dan prospek
permintaan eksternal yang semakin memburuk. Faktor penopang pertumbuhan ekonomi
Sumatera Selatan diperkirakan akan berasal dari kinerja komoditas CPO dan
batubara yang secara relatif lebih tahan terhadap perlambatan ekonomi global.
Selain itu, terdapat beberapa kerjasama perdagangan internasional yang dapat
menahan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dari sisi permintaan, investasi
diperkirakan masih tinggi karena pelaku usaha masih optimis atas prospek jangka
menengah-panjang, serta ditunjang oleh pemberian predikat investment gradeuntuk
Indonesia.
Indikator
|
2010
|
2011
|
|||
Tw IV
|
Tw I
|
Tw II
|
Tw III
|
Tw IV
|
|
Pertumbuhan PDRB (yoy, %)
|
6.0
|
5.9
|
6.0
|
6.1
|
7.6
|
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %)
|
6.02
|
5.13
|
5.10
|
4.59
|
3.78
|
Pada Tahun 2012
Permintaan domestik mendorong pertumbuhan ekonomi keseluruhan
tahun 2012. Secara kumulatif, pada tahun 2012 ekonomi Sumatera Selatan tumbuh
sebesar 6,0% (yoy), atau melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar
6,5%. Meskipun melambat, namun pencapaian tersebut cukup baik pada kondisi
ketidakpastian ekonomi global pada tahun 2012 lalu. Angka pertumbuhan tahun
2012 tersebut berada pada kisaran proyeksi Bank Indonesia pada laporan
sebelumnya, yaitu 5,9 – 6,4% (yoy). Bila diperhitungkan kinerja keseluruhan
tahun, sektor-sektor unggulan Sumatera Selatan masih merupakan kontributor
utama pertumbuhan ekonomi. Dari sisi permintaan, investasi dan konsumsi rumah
tangga merupakan penopang utama perekonomian di tahun 2012.
Tren perlambatan pertumbuhan ekonomi secara triwulanan masih
berlanjut. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2012 mengalami
perlambatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya dari 5,8% (yoy) menjadi
5,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi melambat dipengaruhi perlambatan pada sektor pertanian
dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), bersamaan dengan bersamaan
dengan melemahnya kinerja ekspor. Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini
ditopang oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR serta sektor bangunan
sebagai respons meningkatnya konsumsi pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah
tangga. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut berada pada kisaran proyeksi pada
laporan sebelumnya, yaitu 5,4 – 5,9% (yoy). Sektor ekonomi tumbuh bervariasi
namun secara umum masih tumbuh tinggi.
Perlambatan pertumbuhan terjadi pada sektor pertanian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pengangkutan dan telekomunikasi.
Secara absolut, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor
bangunan, diikuti oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang
masing-masing tumbuh sebesar 10,1% dan 9,2% (yoy) di triwulan IV 2012.
Pertumbuhan ekspor non migas masih negatif yang diakibatkan penurunan kinerja
ekspor karet. Penurunan nilai ekspor bukan dipengaruhi oleh volume ekspor namun
karena turunnya harga komoditas. Masih menurunnya harga komoditas karet membuat
insentif produksi berkurang sehingga menyebabkan kinerja ekspor komoditas
tersebut turun, dan berimplikasi pada kinerja ekspor keseluruhan. Adapun pangsa
nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet.
Inflasi kota Palembang meningkat tipis.Inflasi tahunan kota
Palembang pada akhir triwulan IV 2012 sebesar 2,72% (yoy), sedikit meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,60% (yoy), dan sesuai dengan
proyeksi pada laporan sebelumnya yang diperkirakan sebesar 3,06 ± 0,5%. Tekanan
inflasi periode ini relatif tetap terkendali dari sisi permintaan (demand-pull)
karena pertumbuhan konsumsi masyarakat yang terbatas. Selain itu, tekanan
inflasi dari sisi penawaran (cost-push) juga rendah karena kondisi pasokan
bahan pangan yang baik, walaupun sedikit meningkat di penghujung tahun 2012
karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, ekspektasi inflasi jangka pendek
mulai meningkat kembali dan menjadi konvergen dengan ekspektasi inflasi dengan
jangka waktu yang lebih panjang.
Tingginya curah hujan membuat inflasi volatile foodsmemulai tren
peningkatan kembali, namun lebih rendah dibandingkan rata-rata historis.
Implikasi kondisi cuaca terutama adalah perkembangan kondisi pasokan pangan,
yang tercermin melalui inflasi tahunan bahan makanan atau inflasi komponen
volatile foods. Data arus barang total muat dan bongkar di pelabuhan serta arus
barang cargo menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, disertai perlambatan
pertumbuhan tahunan. Namun, inflasi volatile foods pada triwulan IV 2012 lebih
rendah dibandingkan rata-rata 3 tahun terakhir. Realisasi belanja pemerintah
tinggi pada triwulan IV 2012, meskipun secara keseluruhan tahun terindikasi
mengalami kendala. Realisasi pendapatan tahun 2012 mencapai 103,9%, sementara
realisasi belanja mencapai 90,8%, masing-masing sedikit turun dibandingkan
tahun sebelumnya. Perkembangan realisasi APBD pada triwulan IV 2012
mengindikasikan belanja pemerintah yang naik jauh signifikan dibandingkan
triwulan III 2012. Untuk tahun 2013, pemerintah menganggarkan peningkatan
belanja sebesar 7% dan peningkatan pendapatan sebesar 14,7% dibandingkan
anggaran tahun 2012.
Kesejahteraan masyarakat tidak terlalu terpengaruh rendahnya
harga komoditas unggulan. Angka kemiskinan menurun sepanjang tahun 2012, Nilai
Tukar Petani (NTP) relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu,
masyarakat secara mayoritas berpendapat bahwa tingkat penghasilan dan
ketersediaan lapangan kerja akan membaik pada Semester II – 2013.
Indikator
(% yoy)
|
2011
|
2012
|
|||
Tw
IV
|
Tw I
|
Tw
II
|
Tw
III
|
Tw
IV
|
|
Pertumbuhan
PDRB
|
7.6
|
6.9
|
6.0
|
5.8
|
5.5
|
Laju
Inflasi Tahunan
|
3.78
|
3.83
|
3.94
|
2.60
|
2.72
|
Pada Tahun 2013
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) meningkat pada triwulan
IV 2013 didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor. Peningkatan
rumah tangga didorong oleh harga komoditas yang berangsur membaik sehingga
kinerja sektor utama Sumsel, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan
penggalian membaik.
Sementara itu, inflasi Sumsel mengalami koreksi akibat pasokan
bahan pangan yang terjaga. Hal tersebut membuat inflasi volatile food menjadi
penyumbang deflasi di tengah inflasi administered price yang mengalami
peningkatan akibat kenaikan harga Tarif Tenaga Listrik Tahap IV pada bulan
Oktober 2013. Inflasi yang rendah ini membuat Sumsel menjadi provinsi dengan
inflasi tahun 2013 terendah se-Sumatera.
Indikator
|
2013
|
2014
|
|||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
2013
|
IP
|
2014P
|
|
Pertumbuhan
Ekonomi
|
6.2
|
6.1
|
5.4
|
6,6
|
6.0
|
6,1 – 6,6
|
5,9 – 6,4
|
Inflasi
|
5,23
|
4,74
|
7,21
|
7.04
|
7.04
|
6,12 – 6,62
|
4,3 – 4,8
|
Pada Tahun 2014
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan meningkat. Pertumbuhan
ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2014 meningkat cukup signifikan
sebesar 5,96% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,10% (yoy).
Peningkatan tersebut ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan membaiknya kinerja
ekspor. Sementara dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh peningkatan
kinerja 3 sektor utama yaitu sektor pertambangan dan penggalian (pertambangan),
sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan besar dan eceran, dan
reparasi mobil dan sepeda motor (perdagangan). Tingginya pertumbuhan tahunan
sektor pertambangan memberikan andil yang besar bagi perekonomian Sumatera
Selatan. Sedangkan Sektor pertanian tumbuh melambat sejalan dengan melambatnya
sub sektor perkebunan tahunan yaitu karet dan kelapa sawit. Secara keseluruhan
tahun 2014, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,1%. Pertumbuhan berasal dari
pertumbuhan sub sektor perikanan, kehutanan, dan pertanian terutama perkebunan
tahunan yang didorong oleh kinerja perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut
tercermin dari rata-rata harga CPO maupun harga inti sawit pada tahun 2014 yang
meningkat masing-masing 16,3% dan 46,7% dibandingkan tahun 2013.
Inflasi Sumatera Selatan meningkat pasca kenaikan harga BBM
bersubsidi di pertengahan triwulan IV 2014. Pada triwulan IV 2014, inflasi
Sumsel tercatat 8,48% (yoy) meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan
III 2014 sebesar 3,26% (yoy). Capaian inflasi tersebut berada diatas inflasi nasional, dimana
pada periode sebelumnya inflasi Sumsel selalu berada di bawah inflasi nasional.
Perkembangan tekanan inflasi dari sisi permintaan terindikasi
melambat. Harga komoditas unggulan Sumatera Selatan, seperti karet dan kelapa
sawit masih belum mengalami perbaikan yang signifikan. Nilai Tukar Petani (NTP)
juga menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang
mengindikasikan penurunan jumlah upah yang diterima oleh petani relatif
terhadap harga barang yang dibeli. Inflasi tahun 2014 jauh lebih tinggi
dibanding tahun 2013.
Inflasi tahun 2014 mengalami peningkatan akibat beberapa
kebijakan yang diterapkan pada tahun ini. Menurut komoditasnya, penyumbang
inflasi tertinggi pada
triwulan IV 2014 adalah komoditas solar, angkutan dalam kota, dan bensin.
Kenaikan bensin dan solar akibat kebijakan Pemerintah dalam menaikkan harga BBM
bersubsidi selanjutnya juga diikuti dengan kenaikan tarif angkutan dalam kota.
Sementara itu, kenaikan tarif listrik berkala juga dilakukan pada bulan
November.
Kinerja perbankan mengalami peningkatan. Total aset perbankan
Sumatera Selatan pada triwulan IV 2014 masih tumbuh mencapai Rp 77,1 triliun,
walaupun sedikit melambat dari 9,5% (yoy) menjadi 9,36 (yoy). Di sisi lain, DPK
tetap tumbuh sebesar 6,6% (yoy) atau mencapai Rp 57,2 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,9% (yoy). Peningkatan jumlah DPK
terjadi akibat peningkatan jumlah tabungan dan deposito, sementara giro
mengalami penurunan. Penyaluran kredit tumbuh melambat dari 14,9% (yoy) pada
triwulan III 2014 menjadi 13,6% (yoy) atau mencapai Rp 85,9 triliun pada
triwulan IV 2014. Walaupun terjadi perlambatan kredit namun kualitas kredit di
triwulan IV mengalami sedikit peningkatan, terlihat dari rasio NPL yang turun
menjadi 2,60%. Kondisi tersebut mengakibatkan Loan-to-Deposit Ratio meningkat
dari 147,39% di triwulan III 2014 menjadi 150,14%.
Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sumsel selama tahun
2014 mencapai 96,44% lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Realisasi pendapatan
terbesar adalah dari pendapatan transfer. Diikuti oleh realisasi pendapatan
asli daerah. Komponen terbesar dalam pendapatan transfer bersumber dari Dana
Perimbangan yang terutama berasal dari Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya
Alam) dan Dana Alokasi Umum. Realisasi belanja pada triwulan IV 2014 mencapai
Rp5,78 triliun rupiah atau sebesar 95,58% dari total anggaran. Realisasi
pendapatan terbesar disumbangkan oleh komponen belanja operasi. Sedangkan
komponen belanja tak terduga menyumbang realisasi terendah yakni sebesar
20,83%.
Kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Selatan menurun. Peningkatan
jumlah penganggur sampai dengan bulan Agustus 2014 lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan jumlah angkatan kerja, sehingga membuat angka Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) meningkat. Sementara itu, peningkatan jumlah angkatan kerja juga
ditandai oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat.
Pada Tahun 2015
Di akhir tahun 2015, ekonomi Sumatera Selatan tercatat tumbuh melambat.
Hal ini dipengaruhi oleh, antara lain, perlambatan ekonomi global yang masih
melanda dunia. Secara keseluruhan tahun, ekonomi Sumatera Selatan di tahun 2015
tumbuh sebesar 4,50% (yoy) atau sedikit melambat jika dibandingkan di tahun
2014 yang tumbuh sebesar 4,70% (yoy). Sedangkan pertumbuhan di triwulan IV 2015
ekonomi Sumatera Selatan tumbuh sebesar 3,94% (yoy) atau turun jika
dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang tumbuh sebesar 4,75% (yoy). Dari
sisi permintaan, pertumbuhan masih mengandalkan konsumsi rumah tangga dan
konsumsi pemerintah, sedangkan dari sisi penawaran pertumbuhan ditopang oleh
sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan.
Secara tahunan, realisasi inflasi Sumatera Selatan triwulan IV
2015 sebesar 3,10% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang
sebesar 4,75% (yoy). Realisasi inflasi Sumatera Selatan tahun 2015 tersebut
lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi nasional yang sebesar 3,35% (yoy)
dan masih berada dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 4%±1%.
Bertepatan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, kinerja
perbankan di provinsi Sumatera Selatan mengalami perlambatan, terlihat dari
perlambatan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK. Di sisi lain, transaksi
keuangan di Sumatera Selatan triwulan ini mengalami peningkatan pada Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI).
Pada Tahun 2016
Ekonomi
Sumatera Selatan pada triwulan IV 2016 tumbuh meningkat sebesar 5,15% (yoy).
Secara keseluruhan tahun 2016 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% (yoy).
Realisasi
tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi
di tahun 2015 yang berada pada level 4,5% (yoy).
Realisasi pendapatan daerah triwulan IV 2016 lebih baik
dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Realisasi pendapatan di triwulan IV 2016
tercatat sebesar Rp6,53 triliun atau 93,29% terhadap APBD 2016, lebih tinggi
dibandingkan realisasi pendapatan triwulan IV 2015 yang sebesar 85,26%.
Realisasi pendapatan tersebut meningkat 39,34% atau sebesar Rp1,84 Triliun
dibandingkan realisasi pendapatan triwulan III 2016. Sementara itu, realisasi
belanja triwulan IV 2016 sebesar Rp4,04 triliun atau 89,93% terhadap APBD 2016,
lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja triwulan III 2015 yang sebesar
80,11%.
Inflasi Sumatera Selatan di triwulan IV 2016 sebesar 3,58% (yoy)
mengalami penurunan dibandingkan realisasi inflasi triwulan sebelumnya yang
sebesar 4,37% (yoy). Realisasi tersebut sesuai dengan sasaran inflasi nasional
yang sebesar 4±1% (yoy).
Sektor keuangan menunjukkan perbaikan. Kinerja kredit mengalami
pertumbuhan positif sebesar 10,57% (yoy),meningkat dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 9,46%
(yoy). Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh positif sebesar
5,73%(yoy) setelah triwulan
sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 4,04% (yoy). Sejalan
dengan DPK, aset perbankan Sumsel mengalami pertumbuhan sebesar 8,34% (yoy),
membaik dari triwulan sebelumnya dimana mengalami kontraksi sebesar 1,98%
(yoy). Nominal penghimpunan DPK yang lebih rendah dibandingkan dengan
penyaluran kredit menyebabkan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) meningkat menjadi
162,50% pada triwulan IV 2016, sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 162,35%. Secara nominal, transaksi kliring
triwulan IV 2016 mencapai Rp13,91
triliun atau tumbuh sebesar 21,65% (yoy), lebih rendahdibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 24,58% (yoy). Di sisi lain, jumlah warkat yang
ditransaksikan yang tumbuh 22,86%
(yoy) atau mencapai 381.319 lembar, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara
peredaran uang kartal di Provinsi Sumatera
Selatan pada triwulan IV 2016 menunjukkan posisi net outflow sebesar Rp1,84 triliun. Kondisi
tersebut berlawanan dibandingkan
triwulan lalu yang mengalami net
inflow sebesar Rp1,80 triliun.
Tingkat kesejahteraan petani di Sumatera Selatan pada triwulan
IV 2016 menunjukkan perbaikan. Perbaikan ini tergambar pada Nilai Tukar Petani
(NTP) yang meningkat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP pada
triwulan IV 2016 tercatat sebesar 95,45 naik dibanding triwulan sebelumnya
sebesar 94,11. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Selatan pada
September 2016 mencapai 1.096,50 ribu orang (13,39%). Kondisi ini membaik jika
dibandingkan dengan Maret 2016 sebesar 13,54%.
SUMBER:
Kelompok
: 10
Anggota
: Albert
Kevin (20216481)
Larassati Anggita Putri (25216489)
Susanti Ningsih (27216205)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar