Rabu, 18 April 2018

BAB VI HUKUM ASURANSI



6.1  Pengertian

Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ditujukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi (penanggung dan tertanggung).

Berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 246 KUHD, dengan jelas dikatakan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah sebuah perjanjian yang mengikat penanggung kepada tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi yang dimaksudkan untuk menjamin penggantian terhadap tertanggung akibat adanya kerugian yang timbul, terjadinya kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, hal tersebut mungkin akan terjadi akibat terjadinya suatu evenemen (peristiwa yang tidak pasti).

Sedangkan di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tertanggal 11 Februari 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU asuransi) dikatakan bahwa: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dilakukan karena meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Jika merunut pada defenisi di atas, maka bisa dikatakan bahwa asuransi adalah sebuah bentuk perjanjian di mana harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik “khusus” sebagai mana dijelaskan dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: Suatu persetujuan untung-untungan (kans overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada kejadian yang belum tentu.






6.2  Dasar Hukum Asuransi

Berikut 5 dasar hukum asuransi yang berlaku di Indonesia, yaitu:
1.     Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dilihat dari kedudukannya, undang-undang ini sering kali dijadikan sebagai dasar dari beberapa penetapan peraturan mengenai asuransi yang berlaku di Indonesia. Sehingga bisa dikatakan jika Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 merupakan dasar hukum utama yang mengatur dan menentukan segala kegiatan asuransi. Melihat isi dari UU No.2 Tahun 1992, didalamnya memuat peraturan tentang usaha perasuransian. Dasar-dasar dibentuknya undang-undang ini adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, meninjau bahwasanya asuransi adalah salah satu upaya dalam menanggulangi resiko tertentu yang dihadapi oleh masyarakat sekaligus asuransi berperan dalam menghimpun dana dari masyarakat, dan negara membuka kesempatan bagi kegiatan usaha perasuransian dan mengatur kegiatan perasuransian agar sesuai dengan prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab. (Baca juga: Prinsip Ekonomi SyariahDasar Hukum Bank Syariah)

2.     KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 1320 dan Pasal 1774
Dilihat dari ketentuan umum dalam UU No.2 Tahun 1992 menyebutkan bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

3.     KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9 
                                                        
Kegiatan usaha perasuransian tidak hanya termasuk dalam masalah pidana saja, namun jika dilihat dengan lebih teliti lagi ternyata dalam KUHD juga mengatur tentang asuransi. Khusus dalam Bab 9 KUHD menjelaskan tentang asuransi dan pertanggungan secara umum yang dijelaskan secara terperinci dalam Pasal 246-286.

Dari sekian banyak pasal yang ada dalam Bab 9 KUHD, yang paling sesuai dengan penjelasan asuransi secara umum adalah Pasal 246 yang menyebutkan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.

4.     Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 merupakan ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari atas tujuan asuransi yang secara prinsip mampu mendorong tumbuhnya pembangunan nasional Indonesia, sehingga dalam penerapan berkelanjutan diperlukan sebuah arahan agar dalam kegiatan usaha perasuransian berjalan dengan sesuai dengan hukum yang berlaku dan mengatur perusahaan perasuransian yang ada di Indonesia agar berkembang dengan baik dan sesuai dengan landasan maupun prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab.
 
Melihat isi dari keseluruhan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992, jelas sekali bahwa penyusunan peraturan ini masih merujuk pada UU No.2 Tahun 1992, hal tersebut terlihat dari adanya penekanan yang sama terhadap beberapa ketentuan yang termuat didalamnya. Secara garis besar Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 berisi tentang ketentuan umum ruang lingkup asuransi, penutupan objek asuransi, perizinan usaha perasuransian, kesehatan keuangan perusahaan asuransi, dan penyelenggaraan usaha perasuransian.
5.     Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999

Peraturan pemerintah ini merupakan perubahan pertama dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Tujuan dibentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 pada dasarnya memiliki kesamaan dengan peraturan sebelumnya yaitu tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari akan adanya perkembangan kegiatan usaha perasuransian yang terus mengalami perubahan dan disamping itu terjadi pula perubahan perekonomian nasional yang menyebabkan diperlukannya penyesuaian terhadap peraturan pelaksanaan usaha asuransi yang telah berlaku. (baca juga : peran pemerintah sebagai pelaku ekonomi)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 mengandung perubahan terhadap beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya yang telah disesuaikan dengan kondisi perkembangan perekonomian negara, diantaranya tentang meningkatnya persyaratan modal yang harus disetor untuk pendirian perusahaan asuransi baru, adanya laporan yang harus disampaikan kepada menteri jika terjadi setiap perubahan kepemilikan perusahaan asuransi, dan perubahan persyaratan untuk mendapatkan izin usaha perusahaan asuransi.
6.3  Penggolongan Asuransi
1.      Pengelompokan Asuransi Berdasarkan Jenis usaha
·         Asuransi kerugian (non – life insurance)
Asuransi kerugian adalah jenis usaha asuransi berupa jasa dalam penanggulangan resiko atas segala macam kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum oleh pihak ketiga, yang mana kerugian tersebut timbul akibat peristiwa yang tidak pasti.  Jenis asuransi kerugian contohnya terdapat pada asuransi kebakaran pada bangunan, asuransi kehilangan kendaraan dan sebagainya.

·         Asuransi jiwa (live insurance)
Asuransi jiwa adalah jenis usaha asuransi berupa jasa yang diberikan oleh pihak ketiga (penyedia asuransi) untuk menanggulangi segala resiko yang berhubungan dengan jiwa seseorang yang terjadi secara tidak pasti, misalnya meninggal dunia dan cacat akibat kecelakaan ataupun mengalami gangguan kesehatan yang kronis. Contoh asuransi yang diberikan pada kasus meninggal dunia yaitu berupa bantuan atau santunan kepada pihak keluarga atau ahli waris olehpihakasuransi.

·         Reasuransi (reinsurance)
Reasuransi merupakan jenis usaha asuransi yang cara kerjanya menggunakan sistem penyebaran resiko, maksudnya penanggung atau pihak ketiga (asuransi) menyebarkan atau melimpahkan sebagian atau seluruh resiko kepada pihak penanggung lainnya. hal tersebut dilakukan bertujuan sebagai pencegahan jika pihak penanggung tersebut tidak dapat mengatasi atau menanggung klaim resiko dari pemegang asuransi.

2.      Pengelompokan asuransi berdasarkan perjanjian
·         Asuransi kerugian
Asuransi kerugian merupakan jenis asuransi yang memberi penggantian kerugian atas harta kekayaan dari pemegang asuransi, misalnya kehilangan kendaraan.

·         Asuransi jumlah
Asuransi jumlah merupakan jenis asuransi yang memberikan uang atau asuransi lainnya kepada pemegang asuransi tanpa melihat adanya kerugian maupun sebuah resiko. Contoh dari jenis asuransi ini adalah asuransi pendidikan.

3.      Pengelompokan asuransi berdasarkan sifat pelaksana
·         Asuransi sukarela
Asuransi sukarela merupakan penanggungan jasa yang diberikan secara sukarela, maksudnya asuransi dilakukkan karena adanya suatu ketidakpastian atau resiko kerugian yang dapat terjadi. Contohnya asuransi kebakaran, asuransi kendaraan, asuransi jiwa, dan asuransi pendidikan.

·         Asuransi wajib
Asuransi wajib merupakan jenis asuransi yang bersifat mutlak atau wajib, artinya asuransi ini wajib diikuti oleh semua pihak yang terkait dengan aturan yang ada (undang – undang) dan ketentuan dari pemerintah. Contoh asuransi ini yaitu asuransi jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), asuransi kesehatan (askes) dan lainnya. selain asuransi dari pemerintah ada juga asuransi wajib kepada pihak perbankan, misalnya penerima kredit yang mengalami resiko yang terjadi secara tidak terduga yang dapat merugikan pihak bank.

·         Asuransi kredit
Asuransi kredit merupakan jenis asuransi yang memberikan jaminan atas pembelian kredit yang dilakukan oleh perbankan. Asuransi ini bertujuan untuk melindungi pemberi kredit dari resiko yang dapat terjadi kepada penerima kredit sehingga tidak dapat mengembalikan kredit tersebut. Di indonesia asuransi untuk persoalan kredit dikelola oleh PT Asuransi Kredit Indonesia atau PT. Askrindo , sedangkan pihak tertanggung atau penerima asuransi adalah seluruh pihak perbankan yang menyalurkan atau memberikan kredit usaha kecil (KUK).

6.4  Prinsip-Prinsip Akuntansi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu insurable interest, utmost good faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution.
·         Insurable Interest

Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.




·         Utmost good faith

Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.

·         Proximate cause

Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
·         Indemnity
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
·         Subrogatioz
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
·         Contribution
Sedangkan adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.

6.5  Polis Asuransi

Salah satu istilah yang paling sering kita dengar di dalam asuransi adalah polis asuransi. Ada banyak orang yang beranggapan bahwa polis asuransi adalah sejumlah dana yang akan dibayarkan ke perusahaan asuransi setiap bulannya (premi), hal ini tentu saja sangat tidak tepat karena terdapat perbedaan arti yang sangat jauh antara premi asuransi dan polis asuransi.

Polis asuransi merupakan sebuah bukti perjanjian tertulis yang dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi (penanggung) dengan nasabah pengguna layanan asuransi (tertanggung), yang isinya menjelaskan segala hak dan kewajiban antara kedua belah pihak tersebut. Polis asuransi akan menjadi bukti tertulis yang sah dalam perjanjian yang dilakukan oleh pihak penanggung dan pihak tertanggung.

Dengan adanya polis asuransi, maka kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi tersebut akan terikat dan memiliki masing-masing tanggung jawab sebagaimana yang telah disepakati sejak awal. Polis asuransi merupakan hal yang sangat penting di dalam layanan asuransi itu sendiri, karena polis akan melindungi setiap hak dan kewajiban nasabah dan pihak perusahaan asuransi.
            Fungsi Polis Asuransi
Mengingat pentingnya sebuah polis asuransi, maka sudah sewajarnya jika anda harus memahami keseluruhan isi dari polis asuransi yang dimiliki. Hal ini akan menghindarkan anda dari sejumlah kerugian yang bisa saja muncul di hari yang akan datang akibat kurangnya pemahaman anda terhadap semua detail yang tertulis di dalam polis asuransi yang anda gunakan.
Bagi kedua belah pihak antara tertanggung dan penanggung, polis asuransi memiliki fungsi masing-masing, yakni:
Fungsi polis bagi nasabah pengguna asuransi (tertanggung):
·         Menjadi alat bukti tertulis atas jaminan penanggungan atas berbagai risiko dan penggantian kerugian yang mungkin terjadi pada tertanggung, di mana kerugian tersebut tertulis di dalam polis.
·         Menjadi bukti pembayaran premi yang diberikan kepada pihak perusahaan asuransi selaku penanggung.
·         Menjadi bukti paling otentik untuk menuntut penanggung, jika sewaktu-waktu lalai atau tidak memenuhi jaminan yang menjadi tanggungannya

Fungsi polis bagi perusahaan asuransi (penanggung):
·         Menjadi alat bukti atau tanda terima premi asuransi yang dibayarkan oleh pihak tertanggung.
·         Menjadi bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada tertanggung untuk membayar ganti rugi yang mungkin diderita oleh tertanggung.
·         Menjadi bukti paling otentik untuk menolak tuntutan ganti rugi atau klaim yang diajukan oleh tertanggung, jika penyebab kerugian tersebut tidak memenuhi syarat polis yang dimiliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar